Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender

Tuhan yang Sejati semestinya tidak keberatan digugat sekeras apapun karena Ia sama sekali tidak akan kehilangan ketuhanannya setelah digugat. Sebaliknya, tuhan yang keberatan digugat seperti Orde Baru jangan-jangan menyimpan kelemahan. Sedangkan di luar sana ada banyak oknum yang mengaku-aku sebagai Tuhan yang Sejati, maka semua oknum tersebut harus digugat dengan keras agar kita dapat mengenali mana Tuhan yang Sejati dan mana tuhan yang hanya tuhan-tuhanan.

Beberapa waktu yang lalu Scientiarum menurunkan sebuah wawancara dengan seorang mahasiswa UKSW yang mengaku dirinya seorang gay. Panggilannya Theo, mahasiswa aktif Program Studi Komunikasi angkatan 2006. Wong Solo ini selain berkuliah, ia juga menjadi aktivis dan pendamping kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) di Salatiga. Aktivitasnya diwadahi dalam sebuah yayasan yang disebut sebagai Yayasan Gessang. Aktif melayani kaumnya di masyarakat, Theo juga masih sempat melayani tuhannya di gereja.
Kebetulan waktu itu saya sendiri yang turun tangan menyunting laporan hasil wawancara tersebut karena kedua editor Scientiarum sedang berhalangan. Dari laporan itu saya tahu bahwa di Salatiga ada sekitar 200 orang gay dan separuh dari mereka adalah mahasiswa UKSW. Apa yang kemudian menyergap saya adalah perasaan risih, meskipun saya jamin perasaan ini tidak saya biarkan mendikte ketika saya melakukan penyuntingan.
Saya pribadi menganggap bahwa kerisihan ini wajar. Catatan batin saya tentang seorang gay memang tidak pernah positif. Ketika duduk di bangku SMP, saya pernah menonton sebuah film di Indosiar. Judulnya lupa. Yang masih saya ingat jelas adalah adegan dimana seorang gay meminta maaf kepada temannya yang bukan gay setelah semalam suntuk ia membius dan menjadikan temannya tersebut sebagai obyek seksnya.
Catatan batin yang akhirnya terbentuk dari tontonan itu adalah sosok gay sebagai oknum berbahaya, serigala berbulu domba, hingga penjahat kelamin. Demikianlah saya menjadi sangat risih ketika tersadar bahwa di lingkungan kampus saya yang kecil ini ada populasi gay yang (menurut saya) tidak sedikit. Saya merasa harus senantiasa waspada, pasang alarm, memutar radar, dan siaga menyebarkan SOS kalau-kalau ada seorang gay di sekitar saya. Saya menjadi tertekan tanpa ditekan.

Salatiga ini kota kecil nan damai. Yang saya impikan ketika datang ke sini adalah kenyamanan belajar, belajar, dan belajar. Kehidupan yang berorientasi beda seperti pada kaum LGBT tidak pernah masuk di pikiran saya untuk kota ini. Saya anggap mereka hanya ada di kota-kota metropolis macam Jakarta yang memang sudah semrawut dan amburadul kehidupannya. Saya pikir mereka jauh dari saya. Saya pikir …

Pikiran saya salah!

Saya sempat membahas hasil wawancara ini secara singkat dengan Yosi, wartawan Scientiarum yang mewawancara Theo. Pandangan yang saya lempar adalah pandangan mengenai hakikat seksual laki-laki dan perempuan. Kesempurnaan tidak akan terjadi bila hubungan dilakukan dengan sesama jenis. Sperma dan sperma tidak akan pernah bisa menghasilkan kehidupan, begitu pula pertemuan ovum dan ovum.

Yosi mengatakan bahwa karena itulah mereka patut dikasihani, karena mereka tidak dapat memiliki keturunan. Saya balik berkata bahwa justru karena ada ketidakmampuan (disability) itulah, maka ada yang salah dengan hubungan sejenis. Lantas atas dasar apa hubungan itu dapat diklaim sebagai sesuatu yang benar?

Kendati demikian, pandangan Yosi cukup memoderasi pikiran saya. Kerisihan saya hilang. Jika hubungan sejenis memang tidak benar, jangan jauhi dan diskriminasi mereka. Sebaliknya, berikan pemahaman yang benar.

Kebenaran memang terkait erat dengan relativitas. Erat sekali. Tapi setidaknya, berikan dasar argumen yang jelas. Dalam beberapa perdebatan, saya dicap sebagai fundamentalis karena bersikap demikian. Itu bagus, meski hanya sebagai olok-olok. Lebih baik diolok-olok karena memiliki dasar, daripada dipuja karena mengawang-awang tanpa kejelasan.

Logika saya sendiri terpukul dan melahirkan kebingungan ketika mengetahui bahwa Theo adalah seorang pelayan gereja. Pelayanan ini seolah-olah menjadi justifikasi bahwa keberadaan gay adalah benar di depan Alkitab Kristen. Saya tidak sedang membela, alih-alih menegakkan syariat Alkitab. Saya bukan pengacara. Bukan pula advokat. Yang saya bingungkan adalah kelogisan sikap Theo, dimana ia melayani tuhannya (yang seharusnya) atas dasar Alkitab, namun ia tetap menganggap gay adalah benar di depan Alkitab, padahal tidak ada satu ayat pun di Alkitab yang membenarkan hubungan sejenis.

Atau jangan-jangan Alkitab yang dulu pernah saya baca itu sudah ketinggalan jaman, dan Alkitab Theo adalah versi terbaru dengan revisi yang memuat pembenaran terhadap hubungan sejenis? Jika memang demikian, saya maklum. Namun faktanya, LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) tidak (atau belum?) memberikan versi yang memuat pembenaran tersebut. Atau jangan-jangan Alkitab Theo juga bukan dari LAI? Atau jangan-jangan Alkitab Theo adalah Alkitab NIV (New International Version), versi Alkitab yang diterbitkan oleh pemilik perusahaan percetakan yang juga mencetak The Satanic Bible (kitab suci Gereja Setan) itu? Inilah yang membuat logika saya terguncang.

Hanya perbedaan penafsiran? Bagaimana mungkin? Penafsiran yang menghasilkan pembenaran terhadap gay akan menjadi terlalu jauh dan tidak tepat apabila didasarkan pada catatan Perjanjian Lama mengenai kemurkaan tuhannya terhadap kota Sodom dan Gomora yang didiami oleh kaum yang “serong jalannya,” yang termasuk di dalamnya adalah para homoseks. Perjanjian Baru pun hanya membenarkan pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Jika lompatan penafsiran yang sedemikian jauh itu dapat terjadi, maka seharusnya ada penjelasan logis yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai terjadinya lompatan itu.

Sekali lagi saya tekankan, saya bukan seorang aktivis gereja (saya bahkan tidak suka dengan gereja) yang sedang berusaha menegakkan syariat Alkitab. Jika memang Alkitab orang Kristen itu sungguh-sungguh benar, ia pasti bisa tegak sendiri. Yang saya kejar di sini hanyalah logika logis, dan bukannya logika hasil pengawuran. Dan logika ini memang saya kejar dari sisi teologis Kristen karena sikap Theo yang membenarkan gay di depan Alkitab adalah sikap teologis Kristen. Seandainya Theo membenarkan gay di depan Tri Pitaka, maka saya pun akan mempertanyakan logikanya dari sisi teologis Buddha.

Saya hanya mempertanyakan. Mengenai ini, Opha pernah berpendapat bahwa jika kita mempertanyakan gay, maka kita mempertanyakan ciptaan-Nya. Dan jika kita mempertanyakan ciptaan-Nya, maka kita mempertanyakan kehendak-Nya. Opha bilang, “Semoga tidak.” Saya bilang, “Harus!” Bukankah semua harus dipertanyakan? Bukankah semua harus digugat, Tuhan sekalipun?
Tuhan yang Sejati semestinya tidak keberatan digugat sekeras apapun karena Ia sama sekali tidak akan kehilangan ketuhanannya setelah digugat. Sebaliknya, tuhan yang keberatan digugat seperti Orde Baru jangan-jangan menyimpan kelemahan. Sedangkan di luar sana ada banyak oknum yang mengaku-aku sebagai Tuhan yang Sejati, maka semua oknum tersebut harus digugat dengan keras agar kita dapat mengenali mana Tuhan yang Sejati dan mana tuhan yang hanya tuhan-tuhanan.

Dalam konteks ini, jika memang sifat gay yang ada pada Theo adalah hasil kreasi tuhan orang Kristen (ini harus dibuktikan dengan menemukan pernyataan Alkitab Kristen yang membenarkan homoseks), padahal di bagian lain Alkitab Kristen juga melarang hubungan sejenis, maka dapat disimpulkan bahwa Alkitab Kristen (representasi tuhan orang Kristen) mengandung kontradiksi yang saling menganulir satu sama lain. Jika demikian adanya, maka sudah semestinya kekristenan ditinggalkan karena kitab sucinya hanya berisi kebohongan dan kontradiksi, demikian pula tuhannya.
Sementara belum ada penjelasan teologis yang logis atas argumen Theo, maka hipotesis sampai di titik ini: Theo hanya berargumen dengan kedok kekristenan, tapi tanpa dasar kekristenan sama sekali.

OLEH : Satria Anandita*
URL SOURCE : http://satria.anandita.net/lesbian-gay-biseksual-dan-transgender.str

1 Response to "Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender"

  1. Salam buat semua rekan Gay se nusantara.

    mengundang kawan2 semua, yg menyukai backpacker,traveling, hunting view, photograph, atau yg ingin berliburan dengan kawan2 terdekat? mungkin juga cuti bareng rekan kerja? sanak family nya? mungkin ingin suasana romantic dg pasangan nya? atau perjalanan bersama untuk 1komunitas...?
    *
    ayok... ke Negeri Laskar Pelangi... belitung island. tempat yg masih sangat natural. aman. jalan nya plonk. gak ketemu macet!
    background yg exotic dg bebatuan granit setinggi 5meter.
    pantai berpasir putih.
    tentu akan menjadi kenangan yg tidak terlupakan!
    *
    lagi dibuka open trip, seiring moment Valentine. tanggal hariha 14-15-16 feb 2014
    cukup 6seat.
    800rb/orang.
    (fasilitas : avanza,hotel melati,4x makan,boat+pelampung+kacamata,karcis masuk)
    (tidak termasuk tiket pesawat, tiket Pesawat PP ± 1jt, jakarta-tanjungpandan-jakarta)
    *
    anda juga bisa mengumpulkan team sendiri, minimal 6org. jika kawan sendiri yg kita kenal tentu suasana akan jauh lebih Gokil...
    anda juga bisa riQuest, di liburan anda mungkin ingin ada acara? barbeque? camping? beach party? atau.... Sex party??? ƗƗɑƗƗɑƗƗɑƗƗɑƗƗɑƗƗɑ... sory... kidding...
    untuk info jelas, ada baik nya kontak saya yaa : +6285664600785 / 219ac6dc

    BalasHapus